Di
pagi hari, saya biasa membaca portal berita online. Di siang hari, saya biasa
mengerjakan proyek. Di sore hari, saya biasa menulis artikel. Dan di malam
hari, saya biasa mengecek akun media sosial saya. Dengan agenda seperti itu,
sudah pasti laptop adalah salah satu alat elektronik yang tidak bisa saya lepas
satu hari pun.
Laptop memang
menjadi salah satu alat yang cukup penting dalam produktivitas saya. Selain
untuk menulis artikel, saya sering menggunakan laptop untuk mengerjakan proyek
mengedit video dan proyek-proyek lain.
Tragisnya, kurang
lebih 4 bulan terakhir ini laptop saya rusak. Laptop saya tiba-tiba tidak bisa
menyala.
Saya pun membawa
laptop saya ke seorang tukang reparasi komputer. Ternyata, harddisk laptop saya
sudah rusak karena panas berlebih. Dan jika ingin menggantinya, butuh biaya
sekitar 500 ribu rupiah.
Berhubung saya tidak
punya uang, jadi saya tidak mengganti harddisk laptop saya. Saya bawa pulang
kembali laptop saya, dan saya biarkan. Toh lebih baik berserah diri saja kepada
Tuhan. Berserah diri itu kan baik.
Tetapi tiba-tiba
produktivitas saya turun drastis. Saya jadi tidak bisa menulis artikel, tidak
bisa mengerjakan proyek, dan masih banyak lagi.
Namun saya ingat
bahwa saya tidak boleh berlama-lama bersedih dan mengeluh di tengah
keterbatasan. Oleh karena itu, saya
mulai menyiasati keadaan dengan cara bekerja di warnet dekat rumah saya.
Berhari-hari saya
habiskan waktu untuk menulis dan mengerjakan beberapa proyek di warnet. Tidak
terhitung berapa banyak uang yang saya habiskan untuk membayar billing warnet yang terus bertambah setiap 15 menit.
Saya tidak peduli, yang penting saya bisa menulis dan mengerjakan proyek.
Ya, saya berpikir
bahwa apa yang saya lakukan ini adalah benar. Tetapi setelah tahu bahwa dompet
saya sudah mulai tipis, saya mulai menyadari ada yang salah dengan keputusan
yang saya ambil ….
Akhirnya uang saya
benar-benar habis, bahkan untuk membayar billing warnet pun tak ada. Saya mulai
bingung harus berbuat apa. Dan akhirnya saya banyak menghabiskan waktu untuk
merenung di kamar karena tak memiliki sesuatu yang bisa dikerjakan.
Kurang lebih selama
satu bulan saya menganggur di rumah. Pekerjaan saya hanya sekedar membersihkan
rumah, membaca buku, dan tidur. Gaya hidup saya menjadi buruk. Tiba-tiba
semangat kerja saya hilang. Bahkan semangat untuk memperbaiki laptop pun tak
ada. Ada apa ini?
Iseng, saya coba
berikan kembali laptop saya kepada tukang servis komputer, siapa tahu saya bisa
sedikit bernegosiasi dengannya agar mendapatkan harga yang lebih terjangkau.
Mau tahu apa jawaban
Si Tukang servis itu?
"Wah,
karena udah terlalu lama didiemin, baterainya juga udah rusak. Jadi kayaknya
gak Cuma harddisknya doang, baterainya juga harus diganti. Biaya totalnya jadi
sekitar 700 ribu lah."
***
Semua orang,
terutama para penceramah mengatakan bahwa bersyukur itu baik, bersyukur itu
akan membuat hati kita menjadi tentram, bersyukur itu akan membuat kita menjadi
pribadi yang tidak buta karena harta. Tetapi sayangnya, tidak semua orang paham
apa arti kata bersyukur.
Banyak orang
berpikir bahwa bersyukur itu adalah berterimakasih kepada Tuhan. Padahal
sebenarnya, bersyukur itu adalah wujud rasa terimakasih kita kepada Tuhan atas
rezeki yang telah kita dapatkan sembari terus
berupaya untuk mendapatkan rezeki yang lebih baik.
Mengapa harus terus
berupaya?
Karena bersyukur
ketika berada di puncak gunung itu rasanya lebih indah ketimbang bersyukur
ketika berada di lereng gunung. Tak peduli sudah berapa meter Anda mendaki,
tetaplah mendaki agar bersyukur terasa semakin indah.
Yap, saya salah
memaknai kata bersyukur, sehingga bisa terjadi hal-hal semacam ini. Saya
berterimakasih kepada Tuhan bahwa masih ada warnet yang bisa menggantikan
fungsi laptop saya. Tetapi setelah itu saya diam saja, saya tidak berupaya
untuk bergerak maju dan keluar dari ketidaknyamanan tersebut. Alhasil sekarang
saya kewalahan karena tidak ada alat penunjang pekerjaan.
"Berterimakasih
kepada Tuhan akan membuat kita tetap tenang dan bahagia. Sedangkan perasaan
tidak puas akan membuat kita terus berpikir dan bekerja keras. Apabila
dilakukan secara seimbang, dua hal ini akan bersinergi dan menjadikan kita
pribadi yang kuat. Itulah makna bersyukur yang sebenarnya."
Bahkan kalau kita
pikir-pikir, para penemu jenius pun memiliki pola pikir yang sama. Tidak
percaya?
Kita ambil contoh
Edward Robert, sosok jenius pencipta komputer pertama di dunia bernama "Altair". Mengapa Edward Robert
menciptakan Altair?
Ya, sebenarnya ia
berterimakasih kepada Tuhan karena sudah ada sebuah mesin bernama
"kalkulator" yang lebih efisien ketimbang menghitung manual. Tetapi
ia imbangi perasaan berterimakasih itu dengan perasaan tidak puas, sehingga ia
berpikir untuk menciptakan sebuah alat yang tidak hanya bisa dipakai
menghitung, tetapi juga bisa dipakai menulis.
Lalu Steve Jobs,
sosok jenius pencipta mouse komputer. Mengapa Steve Jobs menciptakan mouse?
Ya, sebenarnya ia
berterimakasih kepada Tuhan karena sudah ada sebuah mesin bernama
"komputer" yang lebih efisien ketimbang mesin tik. Tetapi ia imbangi
perasaan berterimakasih itu dengan perasaan tidak puas, sehingga ia berpikir
untuk menciptakan suatu alat yang semakin mempermudah penggunaan komputer.
Lihat, rasa
berterimakasih yang diimbangi dengan perasaan tidak puas adalah konsep dasar
dari pola pikir seorang inovator.
Mulai sekarang Anda
harus mengubah pemahaman Anda tentang bersyukur. Bersyukur bukan hanya tentang
berterimakasih kepada Tuhan, tetapi juga tentang kerja keras. Dengan pola pikir
seperti itu, mudah-mudahan Anda akan menjadi sosok hebat yang setiap langkahnya
selalu direstui oleh Tuhan. Aamiin.
Jadi, apakah Anda
masih ingin berterimakasih tanpa diimbangi perasaan tidak puas? Think Again.
Komentar
Posting Komentar
Ada tambahan? Atau ada sanggahan? Silakan utarakan :)