Think Again - Karate


Sumber gambar: nbbymca.org

Saat SMP, saya aktif mengikuti berbagai ekstrakulikuler. Diantaranya adalah ekstrakurikuler bola voli, bulu tangkis, Bahasa Inggris, matematika, teater, dan karate. Ya, itu adalah ekstrakurikuler yang saya pilih saat hari pertama masuk sekolah. Namun semakin lama, saya pun melepas satu persatu ekstrakurikuler tersebut karena berbagai alasan ....


Pelatih Karate: "Satu!"

Semua peserta ekstrakulikuler karate, termasuk saya, melakukan gerakan tendangan a la karate dengan kaki terangkat tinggi.

Pelatih Karate: "Keluarkan tenaganya! DUA!"

Semua peserta kembali melakukan gerakan tendangan yang sama.

Setelah sepuluh kali melakukan gerakan tersebut, kemudian kami dipersilakan untuk beristirahat sejenak. Para peserta langsung menyebar ke seluruh sudut lapangan, termasuk saya. Saya mengambil botol minum di tas saya, lalu meneguknya dengan tergesa-gesa karena panasnya cuaca sore itu.

Kakak Kelas: "Hey kamu, kamu ngelakuin gerakannya tadi kayaknya gak pake tenaga ya?"

Saya yang sedang minum langsung tersedak dan menoleh dengan cepat. Saya tak menyangka ternyata ada saja kakak kelas, yang sudah mahir berkarate, menghina adik kelasnya yang baru enam minggu mengikuti latihan. Dan anehnya, kakak kelas yang sombong itu adalah wanita.

Saya: "Pake kok kak."

Kakak Kelas: "Halah, kalo nendangnya aja kayak gitu, nanti kalo tanding bakal kalah."

Saya hanya diam mendengar kata-kata Sang Kakak Kelas. Sombong sekali orang ini.

Kakak Kelas: "Coba deh kamu tendang aku."

Dia menantang. Saya langsung menendang sekuat tenaga tepat di punggungnya. Anehnya, ia tidak kenapa-kenapa. Bahkan tubuhnya tidak bergoyang sedikit pun.

Kakak Kelas: "Halah, Cuma segitu? Gimana mau ngelawan musuh ...."

Saya menendang lagi punggungnya. Kali ini dengan tenaga yang lebih kuat. Saking kerasnya, orang-orang di sekitar saya mulai melirik ke arah kami. Sepertinya mereka mengira kami bertengkar.

Kakak Kelas: "Halah, masih gak kerasa. Pelan banget sih."

Orang-orang di sekitar kami langsung mulai terkekeh. Sepertinya mereka menertawakan saya.

Seketika, rasa marah dan kesal berkecamuk dalam diri saya. Saya pun melakukan pukulan dengan sekuat tenaga ke arah wajahnya.

Namun wanita itu langsung melakukan gerakan menangkis, mengunci lengan kanan saya, lalu menendang pelan ke bagian belakang lutut saya. Saya langsung bertekuk lutut. Kemudian ia memelintir tangan saya hingga tubuh saya miring ke belakang, lalu ia pelintir lagi ke arah yang berlawanan.

Lalu saya tersungkur tak berdaya sembari menahan rasa sakit ....

****

Saya rasa Anda dapat menebak bagaimana kelanjutan ceritanya. Ya, hari itu adalah hari terakhir saya mengikuti ekstrakurikuler karate. Hingga kini, saya masih saja belum berani mengikuti perlatihan bela diri apapun karena pengalaman buruk itu.

Tetapi pasti ada hikmah di balik kejadian tersebut.

Coba perhatikan. Saya menendang wanita itu dengan sekuat tenaga, tetapi ia tidak kesakitan sama sekali. Sedangkan wanita itu, sepertinya ia tidak mengeluarkan tenaga besar, tetapi berhasil membuat lengan saya kesakitan selama 4 hari. Mengapa bisa?

Setelah saya bercakap-cakap dengan seorang pelatih ekstrakurikuler bela diri, ternyata hal itu disebabkan karena ketepatan.

Dalam bela diri apapun, ketepatan lebih berpengaruh ketimbang energi. Sekuat apapun tenaga yang kita keluarkan, kalau kita memukul pada bagian tubuh yang salah, maka tidak akan akan memengaruhi musuh. Sebaliknya, meskipun tenaga yang kita keluarkan sedikit, asalkan kita menyerang bagian tubuh yang tepat, musuh pun akan kalah.

Ya, teori itu sesuai dengan apa yang terjadi pada saya.

Saya menendang dengan sekuat tenaga, tetapi saya menendang pada bagian yang salah. Ya, punggung adalah bagian terkuat dari seluruh bagian tubuh karena terlindungi tulang punggung yang sangat tebal.

Sedangkan wanita itu tidak mengeluarkan banyak tenaga, tetapi menendang pada bagian yang sangat tepat. Ya, beban tubuh manusia ditopang oleh kakinya. Saat melakukan gerakan memukul, pasti bobot tubuh kita memiliki kecenderungan ke satu sisi tubuh. Akibatnya, mayoritas beban tubuh kita ditopang oleh salah satu kaki. Teori bela diri berikutnya: menendang bagian belakang lutut adalah cara terbaik untuk mematikan fungsi kaki seseorang.


"Dalam karate, pukulan yang berbahaya bukan yang keras, melainkan yang tepat sasaran."

Think Again - Sayoga R. Prasetyo


Ternyata teori ini juga berlaku bagi kehidupan kita.

Mari kita simak contohnya.

Perusahaan pertama melakukan promosi produk dengan cara mempekerjakan banyak sales setiap hari. Para sales menyebar ke perumahan-perumahan di seluruh Indonesia dengan sangat gencar untuk menawarkan produk perusahaan mereka, yakni obat wasir.

Perusahaan kedua memproduksi produk yang sama, tetapi melakukan pendekatan yang berbeda. Alih-alih mempekerjakan sales, perusahaan tersebut justru lebih memilih membayar rumah produksi agar dibuatkan iklan obat wasir yang menarik. Setelah jadi, iklan tersebut ditayangkan di televisi, youtube, dan media penyiaran lainnya.

Manakah yang lebih sukses? Ya, yang kedua. Meskipun uang yang dikeluarkan perusahaan kedua lebih sedikit, tetapi perusahaan kedua melakukan promosi dengan cara yang tepat.

Kita lihat contoh lain.

Orang pertama adalah siswa dengan kecerdasan yang standard. Ketika hendak menghadapi ulangan, ia habiskan seluruh waktunya untuk belajar. Ia jarang makan, jarang tidur, jarang mandi, dan jarang berbicara. Ketika kertas ulangan ada di depan matanya, kepalanya pusing karena kesehatannya menurun dan kurang tidur.

Orang kedua adalah siswa dengan kecerdasan yang standard juga. Ketika hendak menghadapi ulangan, ia sisihkan waktu 45 menit setiap harinya untuk mengingat kembali berbagai pelajaran yang telah ia pelajari di sekolah.

Siapa yang lebih sukses? Ya, yang kedua. Meskipun tenaga yang dikeluarkan orang kedua lebih sedikit, tetapi orang tersebut belajar dengan cara yang tepat. Sehingga keberhasilannya pun lebih terjamin.

Lihat, besarnya tenaga yang Anda keluarkan bukanlah faktor utama keberhasilan Anda. Keberhasilan hanya dapat diraih oleh orang-orang yang melangkah dengan tepat.

Mulai sekarang, hentikan kebiasaan-kebiasaan agresif yang tidak menghebatkan kehidupan Anda. Luangkanlah waktu sejenak untuk merenungkan ketepatan langkah yang sudah Anda lakukan. Karena ketepatan jauh lebih berharga ketimbang kerja keras.


Jadi, apakah Anda masih tidak mau mengevaluasi kerja keras Anda? Think Again.

Komentar