Think Again – Burung Beo



Beberapa waktu lalu, saya sempat berkunjung ke rumah nenek saya di luar kota. Ia tinggal di tengah kota besar. Saya pikir orang yang tinggal di kota besar pasti rumahnya biasa saja. Ternyata, rumah nenek saya ini memiliki taman di belakang rumah yang cukup luas dan berhasil membangun nuansa perkampungan.
 
Pandangan saya mulai beralih ke sudut taman. Di sana ada kolam ikan dan di dekat situ terlihat ada seekor burung yang kaki kirinya dirantai. Setelah agak lama menelaah, saya menyimpulkan bahwa itu adalah seekor burung beo.
 
"Suka burung?" tanya Oom saya tiba-tiba.
 
"Eh ... Emm ... Gak juga."
 
"Kenapa? Melihara burung kan asik."
 
"Asik apanya?" tanya saya.
 
Oom saya tersenyum kecil, lalu berjalan perlahan mendekati sudut taman. "Lihat nih ...."
 
Saya ikut mendekat ke sudut taman.
 
"Hai, halo! Hai, halo! Hai, halo!" Oom saya mengajak bicara burung beo tersebut. Tak lama .....
 
"Hai, halo! Hai, halo! Hai, halo!" burung beo tersebut mengikuti cara bicara Oom saya. Oom saya lantas tersenyum, lalu mengajak saya menjauh dari ujung taman.
 
"Asik kan? Kayak perekam suara gitu.", ucapnya. Saya memasang wajah datar.
 
"Yah, Oom, anak SD juga tau kalo beo kerjaannya ngikutin omongan orang."
 
"Yeh, kamu ini. Bukan cuma soal kelakuannya, tapi harganya yang paling penting."
 
"Harga?"
 
"Iya. Pertama kali beli, burung beo itu harganya Cuma ratusan ribu. Kalau dilatih, dia bisa ngeluarin suara yang menarik. Nah, semakin menarik, harganya bakal semakin tinggi. Bisa-bisa jutaan. Ini investasi, Ga.", ucap Oom saya. Saya mulai tertarik.
 
"Enak kan, Cuma ngajarin burung beo ngomong doang, untungnya bisa jutaan.", lanjutnya.
 
Tiba-tiba terdengar suara nenek saya dari dalam rumah "Tolong pindahin burung beo ke teras depan!"
 
"Iya, iya, Bu!" teriak Oom saya.
 
"Iya, iya, Bu!" teriak Si Beo.
***
 
Sebenarnya, kita semua sama seperti burung beo. Kita selalu mencari-cari orang lain yang bisa kita tiru. Setelah itu, kita akan menirunya. Siapakah orang yang akan kita tiru? Ya, orang yang sering kita lihat.
 
Ketika masih kecil, kita sering ditanya oleh orang tua kita,
 
"Nanti kalau udah besar mau jadi apa?"
 
Dan kita akan menjawab, "Jadi Superman." atau mungkin "Jadi Princess.". Setelah itu, kita akan bergaya-gaya seolah superman atau princess. Mengapa kita bertingkah seperti superman atau princess? Karena tokoh itulah yang sering kita lihat.
 
Burung beo, ia selalu berusaha meniru suara orang-orang di sekitarnya. Tetapi, pernahkan kita mendengar suara burung beo lebih bagus daripada orang yang ditirunya? Tidak pernah. Burung beo selalu meniru, tetapi ia tidak akan pernah bisa menjadi lebih baik. Orang yang ditiru, selalu lebih baik.
 
Itulah yang dinamakan idola.
 
Ketika kita mengidolakan seseorang, kita akan selalu mencari berita terbaru tentangnya. Kita akan sering melihatnya. Tanpa disadari, kita akan menirunya. Tetapi, kita tidak akan pernah menjadi lebih baik darinya. Mengapa? Karena ketika kita mengidolakan seseorang, kita akan berada satu level dibawah orang tersebut. Tidak bisa lebih.
 
Sekarang kita lihat orang-orang besar.
 
Mendiang Michael Jackson, seorang legenda di dunia musik. Siapa idolanya? Charlie Chaplin, seorang entertainer jenius yang sukses menghibur dunia dengan komedinya. Michael sering melihat idolanya di bioskop, sehingga ia memiliki semangat untuk menjadi seseorang entertainer.
 
Kini, apakah Michael menjadi entertainer kelas dunia? Ya. Tetapi apakah ia lebih sukses dari Charlie Chaplin? Tidak.
 
Mendiang Steve Jobs, seorang legenda di dunia teknologi. Siapa idolanya? Albert Enstein, seorang penemu jenius yang dikagumi banyak orang. Steve banyak membaca buku tentang idolanya, sehingga ia bersemangat untuk menjadi penemu.
 
Kini, apakah Steve menjadi penemu yang dikagumi banyak orang? Ya. Tetapi apakah ia lebih sukses dari Albert Enstein? Tidak.
 
Lihat, tidak ada satu orang pun yang bisa menyusul idolanya sendiri. Tetapi ia akan berada satu level di bawah idolanya.


"Ketika kita mengidolakan seseorang, kita akan berada satu level di bawah orang tersebut."


Burung beo, ia meniru suara orang-orang di sekitarnya. Suara yang bisa diucapkan Beo akan menentukan harga Si Beo itu sendiri. Itu artinya, harga burung beo ditentukan oleh siapa orang yang ditiru Si Beo.
 
Begitupun halnya dengan kita. Kualitas pemikiran kita, kualitas semangat hidup kita, dan kualitas kepribadian kita ditentukan oleh siapa idola kita.
 
Kalau kita mengidolakan seorang ilmuwan jenius, secara tidak sadar kita akan memiliki kemampuan berlogika yang hebat. Kalau kita mengidolakan seorang politikus ternama, secara tidak sadar kita akan memiliki kemampuan berdebat yang luar biasa. Kalau kita mengidolakan seseorang yang biasa-biasa saja, maka kita akan menjadi seseorang yang biasa-biasa saja.
 
Sekarang apakah Anda tahu apa yang harus Anda lakukan? Ya, berhentilah mengidolakan orang biasa, mulailah mengidolakan orang hebat pengukir sejarah dunia. Karena kualitas diri kita ditentukan oleh apa yang kita simak.
 

Jadi, mulai sekarang, siapa idola Anda? Think Again.

Komentar