Sudah
jadi rahasia umum, bimbingan belajar selalu mengadakan uji coba atau try out
ujian kepada siswa-siswanya. Mungkin tujuannya agar siswa terpacu untuk belajar
lebih giat ketika selebaran ranking ditempelkan di pintu masuk ruangan
bimbingan belajar tersebut. Namun sepertinya … hal ini kurang efektif.
Salah satu teman
lama saya tiba-tiba datang ke rumah saya dengan wajah pucat. Ia mengajak saya
belajar bersama. Namun ketika lembaran soal dibuka, ia malah diam saja.
Teman saya: "Aduh
Yog, aku stres."
Saya: "Ada
masalah apa?"
Teman saya: "Liat
deh Yog, aku dapet ranking 60 dari 80 orang."
Saya menatap
selebaran yang ia sodorkan kepada saya. Ternyata itu adalah selebaran ranking
hasil uji coba ujian masuk perguruan tinggi dari salah satu bimbingan belajar
ternama.
Teman saya: "Aku
langsung ngedrop pas ngeliat hasil itu. Kecil banget nilainya … apalagi
matematika ...."
Saya: "Oke,
jadi rencananya kamu daftar ke perguruan tinggi jurusan apa?"
Teman saya: "Seni."
Saya: "Menurut
kamu, seorang calon seniman perlu jago matematika?"
Teman Saya: "Enggak
…."
Saya: "Jadi,
apa yang sebenernya kamu khawatirin? Lukisan-lukisan kamu bagus kok.
Sketsa-sketsa yang kamu share di Instagram juga bagus semua. Kenapa kamu harus
sedih mikirin matematika?"
Teman saya: "Ya
kan ada tes akademiknya juga Yog. Kalo aku gak bisa matematika gimana aku mau
lolos tes akademik universitas bagus?"
Saya: "Kamu
percaya kalo universitas bagus bakal bikin kamu sukses jadi seniman?"
Ia menggeleng.
Saya: "Kamu
percaya kalo latihan menggambar yang rutin dan disiplin bisa bikin kamu sukses
jadi seniman?"
Teman saya: "Percaya."
Saya: "Jadi,
kesimpulannya?"
Ia terlihat
berpikir. Saya tersenyum.
Saya: "Fokuslah
pada kelebihan. Seniman hebat kayak Chairul Anwar atau Sule Sutisna gak pernah
sedih mikirin matematika. Mereka tau kelebihan mereka, dan kelemahan yang
mereka miliki bukan penghalang untuk terus bergerak maju."
Saya: "Sekarang
gak usah terlalu khawatir. Khawatir itu bakal bikin khayalan kamu meningkat,
fokus kamu menurun. Tenang aja, kalo kamu pantes masuk perguruan tinggi yang
bagus itu, kamu pasti lolos tes kok."
Teman saya
mengangguk.
Saya: "Oke,
calon seniman. Jadi sekarang kita mau belajar matematika?"
Teman saya: "Emm
… kayaknya aku pengen ngegambar dulu deh. Udah beberapa minggu ini mikirin
hasil try out di bimbingan belajar sampe lupa latihan ngegambar …."
***
Sekarang apakah Anda
sadar kesalahan terbesar dari sistem pendidikan di sekolah dan bimbingan
belajar? Ya, mereka selalu membanding-bandingan seseorang dengan orang lain.
Padahal, setiap orang terlahir unik.
Kita tidak bisa
membanding-bandingkan seorang anak yang jago matematika dengan seorang yang
jago menggambar. Apabila mereka berdua dibandingkan dengan cara tes matematika,
sudah pasti anak yang jago menggambar akan kalah. Setelah tahu bahwa dirinya
kalah, anak yang jago menggambar ini akan nge-drop dan merasa bahwa dirinya
payah. Tapi kejadiannya akan menjadi lebih parah lagi jika si anak yang jago
menggambar ini berhenti menggambar demi berlatih soal matematika.
Membanding-bandingkan
seseorang dengan orang lain akan mengubah tingkah laku orang yang dibandingkan.
Tidak ada jaminan orang tersebut akan menjadi lebih baik.
Di samping itu,
banyak pula orang yang bercerita pada saya bahwa mereka merasa tidak nyaman
jika dibanding-bandingkan dengan orang lain. Wajar, toh semua orang juga
berkata begitu, termasuk saya.
Lantas apa yang
harus kita lakukan agar orang lain berhenti membanding-bandingkan diri kita
dengan orang lain? Oke, akan saya jelaskan.
Sekarang, coba
bandingkan gelas kaca dengan gelas plastik.
Bagaimana? Mudah
bukan? Gelas plastik beratnya lebih ringan dan tidak mudah pecah saat
terbanting. Sedangkan gelas kaca bobotnya lebih berat dan mudah pecah saat
berbenturan dengan benda lain. Selebihnya, gelas kaca dan gelas plastik
memiliki ciri-ciri yang sama. Mengapa kita bisa membandingkan kedua hal
tersebut? Ya, karena perbedaan antara gelas kaca dan gelas plastik lebih
sedikit ketimbang persamaannya.
Sekarang, coba
bandingkan dasi pramuka dengan dayung perahu.
Lebih sulit?
Mengapa? Ya, karena perbedaan antara dasi dan dayung lebih banyak ketimbang
persamaannya.
Lihat, semakin
banyak perbedaannya, kita semakin sulit dan malas membandingkannya.
Coba perhatikan,
apakah Anda pernah mendengar seseorang membanding-bandingkan Albert Enstein
dengan Rhoma Irama? Tidak pernah. Mengapa? Karena perbedaan antara mereka
berdua sangat banyak.
Itulah yang harus
Anda lakukan. Tunjukkan kelebihan Anda, dan jadilah pribadi yang berbeda dengan
orang lain. Semakin menonjol keunikan Anda, maka orang-orang semakin sulit
membanding-bandingkan Anda dengan orang lain. Anda tidak akan memiliki pesaing.
"Jika Anda adalah satu-satunya, maka Anda akan selalu menjadi juara satu."
Jadi, apakah Anda masih ingin dibanding-bandingkan dengan orang lain? Think Again.
Komentar
Posting Komentar
Ada tambahan? Atau ada sanggahan? Silakan utarakan :)