Think Again - Sibuk



Akhir-akhir ini saya sering memanfaatkan koneksi wiFi gratis di tempat-tempat umum. Selain agar saya bisa menghemat pengeluaran, hal ini juga saya lakukan agar saya terbiasa bersosial ....

Beberapa waktu lalu saya sedang menulis artikel di ruang depan sebuah perpustakaan umum. Suasananya yang tenang menjadi salah satu alasan mengapa saya memilih tempat ini untuk menulis.

Seketika saja datang orang tak dikenal. Jalannya cepat sekali. Ia kemudian duduk di sebelah saya, dan langsung menyalakan laptopnya dengan tergesa-gesa. Lalu menggeser-geserkan meja dan kursi kami agar pas dengan posisi duduknya.

Saya langsung berdiri sejenak agar ia mudah menggeser-geser meja dan kursi.

Saya: "Silakan Kang"

Orang tersebut diam saja dan tetap memasang wajah datar. Sepertinya ia tengah panik karena sesuatu.

Saya duduk kembali dan kembali fokus pada pekerjaan saya. Baru saja saya menulis dua setengah paragraf, orang itu-tiba-tiba berkemas dengan sangat heboh, seolah-olah sedang ikut lomba mengemas laptop ke dalam tas.

Saya jadi berhenti menulis. Mata saya tertuju pada lelaki yang sedang tergesa-gesa itu. Seketika pula ia langsung menggeser meja kami agar ia bisa bergerak keluar, lalu ia berjalan dengan sangat cepat ke luar ruangan tanpa mengubah ekspresinya.

Saya hanya bisa diam sembari memasang wajah bingung. Apakah semua orang sibuk seperti itu? Entahlah ....

Satu jam kemudian, saya sudah berada di sebuah stasiun kereta. Sembari menunggu kereta, saya membaca buku. Untuk menjaga kesehatan mata, setiap usai membaca beberapa halaman, saya mengalihkan fokus saya ke orang-orang yang lalu lalang di sekitar saya sejenak, lalu kembali membaca.

Ketika sedang mengalihkan fokus, saya tak menyangka ... Saya kembali melihat lelaki sibuk tersebut tengah menunggu kereta yang sama dengan saya. Kakinya mengetuk-ngetuk lantai pertanda tidak sabar.

Kereta tiba. Belum berhenti, lelaki itu langsung saja menyambar masuk dan mendesak orang-orang yang hendak turun di pintu kereta.

"Kakak, tunggu!" 

Seorang anak perempuan berseragam putih-abu terlihat panik ketika melihat lelaki sibuk itu masuk ke dalam kereta. Lho, itu adiknya?

Ketika kereta berhenti, saya menyegerakan naik. Saya lihat, anak perempuan itu terlihat gelisah.

Saya: "Mbak, adiknya Mas-Mas yang tadi ya? Yang rambutnya agak ikal itu? Yang jalannya cepet?"

Anak Perempuan itu: "Iya. Sekarang dia gak tau kemana. Jalannya cepet banget. Padahal ini pertama kalinya saya naik kereta, masa ditinggal gitu. Emang sih, saya turunnya di stasiun depan, deket. Tapi kan ya ... Tetep aja ngeselin."

Saya: "Saya juga barusan ketemu dia di perpustakaan. Kalo boleh tau, dia kenapa ya? Apa dia super sibuk?"

Anak Perempuan itu: "Dia itu suka menyibukkan diri. Dulu dia pernah kerja di beberapa perusahaan, tapi selalu dipecat karena terlalu pendiem dan suka acuh tak acuh kalo diajak komunikasi. Padahal dia pinter banget lho, waktu sekolah aja dia selalu juara 1."

Saya: "Apa ada orang di keluarga yang perilakunya kayak gitu juga?"

Anak Perempuan Itu: "Engga, ga ada yang nyontohin. Dari kecil sikapnya kayak begitu, gak pernah peduli sama lingkungan. Dan sekarang, udah 6 tahun dia jadi pengangguran."

Astaga.

Saya: "Terus kalau ...."

Anak Perempuan Itu: "Eh ... Kakak aku itu udah turun ... Kakak, tunggu!"

Saya hanya bisa diam ....

***

Sebelumnya, saya turut prihatin, melihat kenyataan bahwa di dunia ini banyak sekali orang yang memiliki perilaku yang sama. Sibuk, tetapi tidak pernah bisa menggapai apa yang diimpikannya.  Mengapa bisa begitu?

Hal tersebut disebabkan karena kurangnya pemahaman kita mengenai kecerdasan kita sendiri. Untuk itu, saya akan jelaskan pemahaman mengenai kecerdasan.

Dalam psikologi, kecerdasan ada 2 macam, yakni kecerdasan intrapersonal dan kecerdasan interpersonal. Apa maksudnya?

Kecerdasan intrapersonal adalah kemampuan untuk memahami diri sendiri. Kecerdasan ini meliputi kemampuan menghafal, kemampuan berlogika, kemampuan berbahasa, dan lain-lain.

Sedangkan kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk memahami orang lain. Kecerdasan ini meliputi kemampuan berbicara, kemampuan memimpin, kemampuan bertingkah laku sopan, jujur, cara tersenyum, cara berjalan, dan lain-lain.

Lantas apa yang terjadi pada Si Lelaki Sibuk itu?

Ya, ia memiliki kecerdasan intrapersonal yang baik, tetapi tidak memiliki kecerdasan interpersonal. Akibatnya lelaki sibuk ini memiliki derajat yang rendah di mata orang lain. Sepintar apapun dia sekarang.

Namun sebaliknya. Ada pula orang yang ramah sekali, pandai berkomunikasi, temannya banyak, tahu kapan harus bicara dan kapan harus diam, bersedia menerima kritikan dari orang banyak lalu belajar dari sana ... Orang ini derajatnya tinggi di mata orang lain. Seminim apapun ilmu yang dimilikinya sekarang.  Meski begitu, tentu orang-orang semacam ini akan menggapai derajat yang lebih tinggi lagi jika ia memiliki ilmu.

Sekarang, apa yang kita lihat di dunia pendidikan?

Di Indonesia, anak yang cenderung dihargai adalah anak yang pintar berhitung, cepat memahami materi, dan pintar menghafal. Padahal, seharusnya anak yang pandai berbicara, sopan, jujur, berpikiran terbuka, dan pandai bersosiallah yang pantas mendapat penghargaan.

Mengapa? Karena pondasi dari kesuksesan seseorang adalah kecerdasan interpersonalnya, bukan kecerdasan intrapersonalnya. Ilmu hanya berperan sebagai penunjang saja.


"Ilmu adalah penunjang kecerdasan berperilaku, bukan sebaliknya."

Think Again - Sayoga R. Prasetyo


Mari kita lihat contoh kasusnya.

Para koruptor, mengapa mereka mencuri uang rakyat yang diamanahkan kepadanya? Bukankah orang-orang tersebut adalah orang-orang yang pintar dan pendidikannya tinggi? Ya, mereka memang cerdas, tetapi tidak memiliki kemampuan untuk jujur dan tegas saat bekerja.

Para pegawai, mengapa ada pegawai yang tidak kunjung naik jabatan? Karena mereka terlalu sibuk memikirkan gaji dan pekerjaan sendiri, lalu lupa untuk bersosial dan belajar dari rekan kantornya yang posisinya lebih baik.

Lihat, tanpa kecerdasan interpersonal yang baik, kita akan sulit untuk meningkatkan derajat kehidupan.

Dan apabila Anda perhatikan, orang-orang besar seperti Bill Gates, Steve Jobs, Susilo Bambang Yudhoyono, Mario Teguh, Chairul Tanjung, dan orang sukses lainnya, mereka memiliki kemampuan bicara yang baik, cara berjalan dan berdiri yang baik, kemampuan menjamu tamu dengan baik, dan kemampuan untuk memahami bahwa bencana yang diberikan Tuhan serta kritikan dari orang banyak adalah sebuah kesempatan untuk belajar bagaimana caranya bangkit dari keterpurukan.

Lihat, tidak ada orang hebat yang tidak memiliki kecerdasan interpersonal yang baik.

So, apabila Anda adalah orang yang cara bicaranya terlalu cepat, cara berjalannya terlalu cepat, cara berdirinya salah, tidak tahu cara menyapa orang lain dengan baik ... Anda harus memperbaiki diri. Karena sikap-sikap seperti itu adalah pertanda bahwa Anda tidak memiliki kecerdasan interpersonal yang baik. Anda tidak akan pernah bisa menggapai apa yang Anda cita-citakan.

Mulailah bersosial. Imbangi kegiatan pengembangan diri Anda dengan kegiatan sosial seperti mengobrol, berdiskusi, dan lain-lain. Mulailah bersifat terbuka dengan kritikan serta kesulitan kehidupan yang terus menghantui Anda. Niscaya Anda akan menjadi pribadi yang disukai banyak orang dan disukai Tuhan. Aamiin.


Jadi, apakah Anda masih ingin menyibukkan diri sendiri? Think Again.

Komentar