Keripik Pedas - Sumber gambar: maicih.com |
Sumber
Inspirasi - Sejak kecil, saya tidak
pernah menyukai makanan pedas. Selain karena terasa menyakitkan di lidah, rasa
pedas juga dapat menimbulkan perasaan tidak enak berkelanjutan pada tubuh saya,
seperti demam, gatal-gatal dan sakit perut. Ya, saya alergi makanan pedas.
Beberapa hari yang
lalu, jumlah pekerjaan saya menurun. Seperti biasa, di akhir bulan pekerjaan
saya hanya mencatat statistik bulanan dan evaluasi saja. Apabila ada waktu
lebih, biasanya saya gunakan untuk membaca koran atau menonton televisi.
Saya benar-benar
menikmati hari libur kali ini. Ya, sejak pagi hari hingga siang hari, pekerjaan
saya hanyalah menata kamar tidur dan menonton film gratisan di televisi.
Sesekali saya duduk di balkon untuk membaca majalah kadaluwarsa, lalu masuk
kembali.
Saya perhatikan,
cuaca di luar tidak begitu baik. Langit berwarna abu-abu pekat disertai angin
sepoi-sepoi yang membuat suasana semakin mencekam. Semakin lama, udara terasa
semakin dingin. Saya yang saat itu tengah sendirian di rumah benar-benar
khawatir dengan keadaan orang-orang rumah yang sedang beraktivitas di luar
rumah.
Tiba-tiba perut saya
keroncongan. Cuaca dingin, sendirian, rasanya nikmat bila ditemani dengan
makanan hangat. Saya pun membuka panci, dan ... Kosong.
Saya menuju meja
makan, dan ... Kosong.
Saya membongkar
dapur, dan ... Tidak ada apa-apa.
Astaga.
Seketika saya mulai
menyadari ... Saya terjebak di rumah tanpa ada makanan.
Saya lihat di luar,
angin mulai kencang dan hujan deras datang secara tiba-tiba. Rasanya saya tidak
bisa ke warung untuk membeli makanan. Ini adalah hujan angin.
Satu jam kemudian,
perut saya semakin keroncongan. Hujan di luar masih sangat deras. Saya melirik
sedikit ke meja kecil sebelah televisi dan ... Tunggu ... Apakah itu makanan?
Saya bergerak dengan
cekatan dan langsung mengambil sebungkus keripik berwarna merah tersebut.
Terimakasih ya Tuhan ....
Saya langsung
membuka bungkus plastik tersebut dan memakannya. Rasanya pedas bercampur gurih.
Ah, tidak apa-apa lah sesekali saya makan pedas, toh keripik ini lebih terasa
gurihnya ketimbang pedasnya.
Ibu saya tiba di
rumah dengan keadaan basah kuyup. Sesaat ia melirik plastik keripik pedas yang
hilang tersebut.
Ibu saya: "Lho,
keripik pedes yang di sini ke mana?"
Saya: "Udah
dihabisin ...."
Ibu saya: "Kamu
ternyata suka keripik pedes? Lha kalau gitu nanti ibu beliin lagi kalo lewat
tokonya."
Saya: "Boleh
boleh bu, rasanya emang pedes tapi lebih kerasa gurihnya ... Enak kok."
Sejak hari itu, saya
rutin makan keripik pedas setiap sore bersama keluarga saya.
Praktis, 3 hari
kemudian, saya mendapati tubuh saya berubah menjadi kemerahan dan muncul
perasaan gatal yang luar biasa di sekujur tubuh ....
***
Rasanya tidak ada
yang spesial. Ya, rasanya sudah biasa apabila ada orang alergi yang
"khilaf" karena merasa keenakan menikmati makanan tertentu yang
menjadi pemicu alerginya kambuh. Tetapi dari kejadian yang tidak terlalu
spesial ini, saya mendapatkan satu pelajaran yang berharga.
Coba Anda
perhatikan, mengapa alergi saya kambuh? Ya, karena saya makan makanan pedas.
Mengapa saya makan-makanan pedas? Karena saya merasa bahwa makan makanan pedas
itu kalau sekali-sekali ya tidak apa-apa.
Itulah yang disebut
toleransi.
Toleransi adalah
keputusan seseorang yang mengedepankan ego, baik ego dirinya sendiri, maupun
ego orang lain. Sedangkan ego adalah keinginan seseorang yang timbul akibat
perasaan ingin terpuaskan.
Kembali ke cerita
saya barusan. Apakah ego saya? Ya, saya ingin merasakan nikmatnya makan makanan
yang tidak pernah saya makan seumur hidup. Lalu apa yang terjadi di hari-hari
berikutnya? Ya, saya menganggap bahwa makan keripik pedas itu tidak apa-apa.
Itulah salah satu
sifat ego: semakin dilayani, semakin memengaruhi pikiran kita. Perlahan-lahan,
suatu komitmen yang sudah kita ciptakan akan terus dimakan oleh ego.
"Apabila api mati karena air, maka komitmen mati
karena toleransi."
Think Again - Sayoga Prasetyo
Mari kita lihat contoh-contoh yang paling umum.
Seorang ibu dengan
berat badan 70 kg ingin menurunkan berat badannya dengan cara berdiet. Ia akan
menjaga jenis makanan yang ia makan, dan hanya makan 2 kali sehari.
Komitmen tersebut ia
jalani dengan penuh semangat. Namun pada suatu siang, ia merasa sangat lapar
sehingga terpaksa harus melanggar komitmennya: ia makan siang. Ia berpikir,
"Ah, tidak apa-apa lah sekali-sekali makan siang, kan selama ini aku sudah
bekerja keras. Besok-besok tidak lagi deh ...."
Apakah Anda dapat
menebak apa yang selanjutnya terjadi? Ya, ia akan mengulang toleransi tersebut
hari demi hari dan perlahan-lahan komitmennya pun hilang.
Kita lihat contoh
lain.
Seorang siswa SMA
mendapatkan nilai 50 pada pelajaran matematika. Gara-gara itu, ia berniat untuk
bangun pukul 3 pagi setiap hari dan mengerjakan beberapa soal matematika.
Komitmen itu ia
jalani dengan penuh semangat. Namun pada suatu pagi ia merasa agak mengantuk.
Bukannya cuci muka, ia malah kembali berbaring dan memejamkan mata di kasurnya.
Ia berpikir, "Ah, tidak apa-apa lah sekali-sekali jam tidurnya ditambah.
Toh dari kemarin aku sudah bekerja keras. Besok-besok tidak lagi deh ...."
Apakah Anda dapat
menebak apa yang selanjutnya terjadi? Ya, ia akan mengulang toleransi tersebut
hari demi hari dan perlahan-lahan komitmennya pun hilang.
Lihat, sekecil
apapun toleransi yang kita ciptakan, toleransi tersebut akan terus membesar dan
menggerogoti komitmen yang sudah kita ciptakan.
Dan sebenarnya
apabila Anda sering mendengar kisah hidup orang-orang hebat, Anda pasti tahu
bahwa mereka bisa menjadi hebat karena mereka menciptakan komitmen sederhana,
tetapi tidak menciptakan toleransi. Ada yang membangun kebiasaan belajar setiap
hari, ada yang membangun kebiasaan membangun network sejak muda, dan lain-lain.
Baiklah, jadi
kesimpulannya,
Daripada menciptakan
komitmen besar yang penuh toleransi, lebih baik ciptakan komitmen kecil tanpa
toleransi. Karena sebenarnya toleransi akan melahirkan pribadi yang cepat
meremehkan kehidupan dan malas bekerja keras.
Jadi, apakah Anda
masih tertarik membuat toleransi? Think Again.
Komentar
Posting Komentar
Ada tambahan? Atau ada sanggahan? Silakan utarakan :)